KETIKA MASA LALU MENGHANTUI MASA DEPAN PART21a

TERLELAP


Saya terlelap ditemani lantunan doa dari ibu. Saya tidak bermimpi apapun. Benar saja, keesokan harinya badan saya terasa sangat lemah. Saya demam tinggi.

Pagi itu Ibu saya harus pergi berurusan, sedangkan saya harus terbaring di rumah karena tubuh saya terasa begitu lemah. Sebelum ibu berangkat dengan temannya, saya sempat melihat wajahnya. Ia terlihat khawatir. Ya, begitulah insting seorang ibu.

Tidak lama setelah ibu berangkat, saya kembali memikirkan apa yang terjadi semalamnya. Kejadian itu, begitu mengerikan. Saya harus mengetahui bahwa selama ini memang saya diikuti oleh jin. Bahkan, jin itu bisa-bisanya suka dengan saya. Ternyata dialah yang selama ini menggangu ketenangan hidup saya Tapi, saya percaya, saya yakin. Saat ini dia sudah tidak lagi menempel pada saya. 

Cukup. Saat itu, dengan kondisi badan lemas, saya rasa sudah cukup saya memikirkannya. Saya merasa lapar. Untunglah, sebelum ibu saya pergi dia sudah menyiapkan makanan. Saat tiba di lantai bawah, saya memperhatikan seisi ruanga. Ada yang berubah. Sebelumnya, ada gambar lukisan leluhur terdahulu kami yang selalu dipajang di ruang tamu. Ukurannya tidak besar, sekitar 40x30 cm. Tapi kali itu, gambar itu tidak lagi dipajang. Saya menelepon ibu menanyakan kemana perginya gambar itu. Ibu saya menjawab bahwa dia memutuskan untuk menyimpannya saja. Dia menyimpannya di dalam lemari kamar tidur kosong di lantai bawah. Dulu ayah saya yang menginginkan gambar itu untuk dipajang. Mungkin selama ini ibu saya segan untuk menyimpannya, karena saya tahu sejak dulu dia tidak suka dengan gambar itu, tapi tidak dengan ayah. Sebenarnya saya juga senang gambar itu akhirnya disimpan. Karena selama ini, saat gambar itu masih dipajang, mata dari sosok yang ada di gambar itu, seakan selalu menatap kita, dari sudut manapun kita memandangnya. 

Tanpa berpikir aneh-aneh, saya lanjut mengambil makanan dan meletakkannya diatas meja makan. Saya harus kembali ke dapur untuk mengambil minum. Saat saya kembali ke meja makan, dengan anehnya, piring makan saya bergeser. Saya ingat sekali, saya meletakkan piring diatas gambar ayam di taplak meja. Piring itu seharusnya menutupi gambar ayam itu. Tapi, kali itu piring saya sudah tidak lagi menutupi gambar ayam itu.

Saya duduk di meja makan dan berdoa sebelum makan. Saya baru sadar, saya duduk menghadap cermin kecil yang ada di ruang makan. Saya merasa aneh, seperti ada yang memperhatikan saya. Saya belum benar-benar menyelesaikan sarapan saya, sampai saya tersadar. Saya melihat ke cermin. Ya Tuhan. Ada yang sedang duduk di samping saya. Anak perempuan itu. Selera makan saya menghilang begitu saja. Saya berusaha keras agar tidak ketakutan, padahal rasanya saya ingin berteriak. 

Saya meletakkan makanan saya yang belum habis ke dapur. Aneh, seharusnya jin itu sudah tidak lagi mendekati saya. Dia sudah berjanji. Tapi, seperti yang dikatakannya, dia memang tidak menempel pada saya lagi, tapi, dia masih berkeliaran di sekitar saya. Sepertinya saya harus menerima keadaan, bahwa mereka memang ada di rumah kami.

Saat itu saya kembali lagi ke kamar untuk beristirahat karena badan saya masih lemas. Saya tertidur. Saya ingat sekali, siang itu saya bermimpi bertemu dengan ayah saya dan saya memeluknya dengan erat. Saya terbangun karena ada telpon dari Pak Indra.

Beliau menanyakan keadaan saya. Karena dia tahu saya sedang sakit, dia memutuskan untuk datang menjenguk saya. Saya menyetujuinya. Justru saya senang, paling tidak ada yang bisa diajak berbicara di dalam kesunyian rumah.

Tidak sampai satu jam, siang beliau tiba di rumah dan kami berbincang-bincang di ruang tamu.

“Gimana sekarang, masih panas badannya?”
“Masih, Pak. Tapi ini agak lumayan dibanding tadi pagi. Tapi tadi saya mimpi indah.”
“Mimpi apa?”
“Saya bermimpi bertemu ayah saya dan memeluknya dengan erat.”
“Wah, baguslah.”
“Ngomong-ngomong, kok akhirnya bapak mau ke rumah saya lagi? Kan bapak pernah bilang untuk tidak sering-sering ke sini.”
“Iya, saya tahu keadannya. Mungkin saja mereka tidak suka kehadiran saya disini. Tapi karena kamu sakit, mau bagaimana lagi. Saya cuma ingin memastikan bahwa kamu sakit bukan karena kejadian semalam. Apa kamu masih merasa ada hal yang aneh, mungkin?”
“Hmm, tadi pagi, sih. Ada yang menggeser piring saya dan anak kecil itu kembali muncul di sebelah saya. Saya melihat dari cermin.”
“Tenanglah. Kita memang tidak tahu pasti mengenai janji dia semalam, untuk tidak mengganggu kamu lagi. Tapi, kita tidak pernah tahu. Kembali ke awal, kamu harus meneguhkan iman kamu agar mereka tidak mengganggu kamu lagi.”
“Iya, pak.”
“Mengenai mimpi kamu tadi…”
“Ya, kenapa pak?”
“Saya bukan bermaksud merusak suasana hati kamu. Tapi, sebaiknya kamu jangan terlalu terlena dengan mimpi seperti itu.”
“Maksudnya?”
“Iya. Kamu mungkin senang sekali bisa melihat wujud ayah kamu melalui mimpi. Tapi, bisa saja itu bukan dia. Tapi jin itu. Maaf kalau ini membuat kamu kecewa, tapi saya harus menyampaikannya. Kamu jangan lupa, meskipun sekarang satu jin sudah pergi dari kamu, tapi kamu tahu kan, masih ada yang menunggu diluar sana.”
“Iya, pak..” Rasanya saat itu saya ingin menangis.
“Kamu jangan bersedih. Memang beginilah keadaannya sekarang. Kamu harus kuat menghadapinya.”
“Iya.. lalu kenapa dia harus menjelma seperti itu di mimpi saya?”
“Karena, dia tahu kelemahan kamu. Dia tahu apa yang menjadi celah baginya untuk memasuki kamu.”

Saya kembali terdiam. Mungkin apa yang dikatakan Pak Indra memang benar. 

Siang itu kami bercakap-cakap cukup lama. Kami tidak lanjut membahas mengenai jin itu. Dia mencoba menghibur saya. Dia tidak bisa berlama-lama karena dia masih harus mengajar di kampus. Saya lupa menyebutkan, bahwa dia juga seorang dosen di salah satu universitas swasta di kota kami.

Setelah Pak Indra pergi meninggalkan saya, saya harus kembali ke kamar. Tapi, saya tidak bisa tidur lagi. Akhirnya hari itu saya hanya menyibukkan diri dengan internet di rumah, sampai akhirnya ibu saya pulang saat hari sudah sore.

Ibu saya pulang membawakan obat dan makanan kesukaan saya. Saat itu saya kembali lapar. Tentu saja, karena sebelumya saya kehilangan selera makan sebelum saya benar-benar selesai makan.

Saya berjalan menuju dapur untuk mengambil piring. Ya Ampun, saya melihat ke piring bekas tadi pagi. Piring itu kosong. Seharusnya, ada makanan diatas piring itu karena saya tidak menghabiskan makanan saya. Saya kembali teringat, sesuatu yang saya ketahui dari buku yang pernah saya baca dulu. Jin senang dengan makanan sisa manusia. Tapi, saya sudah mengetahuinya. Saya sudah tahu bahwa memang ada kehadiran mereka di rumah kami. Saya harus menerima keadaan itu. Tinggal kami lah, sebagai manusia yang tinggal di rumah itu, untuk tidak mengusik dunia mereka. Karena dimanapun kita berada, mereka pasti ada.

Malam itu badan saya semakin melemah. Badan saya terasa semakin panas. Setelah meminum obat, saya memutuskan untuk tidur lebih cepat.

Saya ingat sekali, malam itu saya bermimpi, bersambung dengan mimpi saya tadi siang. Saya masih dalam keadaan memeluk seseorang. Tapi, kali itu saya langsung melepaskan pelukannya dan mendorongnya. Ya Tuhan, di dalam mimpi itu, sosok yang saya peluk bukanlah ayah saya. Dia adalah jin itu. Dia marah dan berteriak. Sosok itu kemudian mendekati saya dan berbisik. Dia mengatakan bahwa saya harus menjauh dari Pak Indra. Saya tidak boleh percaya perkataan Pak Indra. Saya harus percaya padanya. Dia juga menyampaikan bahwa bagaimanapun, sudah takdirnya, bahwa dia akan menemani saya.

Saya terbangun dalam kondisi tercekik. Saya kesulitan bernapas. Saya terbatuk-batuk bahkan sampai mengeluarkan air mata. Ibu saya mendengarnya dan langsung menghampiri saya. Saat itu rasanya saya hampir mati karena kehabisan napas. Tapi, setelah ibu saya membacakan doa-doa, rambut saya terasa ditarik kemudian rasa sesak itu hilang begitu saja.

Dalam keadaan kembali terbaring lemas, saya melihat Ibu sedang memperhatikan saya. Dia kemudian mengelus kepala saya dan menyeka air mata di wajah saya. Saya bertanya padanya, kenapa ibu langsung membacakan doa-doa, bukan memukul-mukul punggung saya, seperti yang biasanya orang lakukan saat ada yang tersedak. Beliau menjawab, bahwa dia tahu. Dia tahu, ada yang lain dengan sakit saya kali ini. Dia mengakuinya. Dia mengatakan, bahwa dia adalah ibu saya, orang yang punya perasaan yang begitu kuat dengan anaknya. Dia mengaku bahwa ada yang aneh, saat dia membacakan doa-doa sebelum saya tidur di malam sebelumnya, dan saya sakit di hari esoknya. Saya kemudian bertanya, apa yang aneh itu. Tapi, dia tidak menjawab banyak. Dia hanya khawatir kalau saya diganggu jin. Karena dia juga percaya dengan hal itu. Dia juga mengaku bahwa saya terlihat sangat berubah semenjak kepergian ayah.

Saya memeluk ibu dengan eratnya. Dia kemudian kembali mengelus-elus kepala saya hingga tertidur. Saat itu pula dia terus membacakan doa-doa di samping saya.

Dua hari kemudian, saya sudah sembuh total. Setelah menjalani hari-hari yang berat dalam keadaan badan sakit, akhirnya saya merasa kembali bugar dan saya sudah bisa kembali beraktifitas.

Sudah beberapa bulan setelah hari itu. Selama itu pula saya menyadari ada yang berubah dari diri saya. Saya menjadi lebih percaya diri. Biasanya, saya tidak percaya diri untuk bertemu orang baru. Saya tidak percaya diri untuk bersosialiasi dengan orang-orang. Tapi, itu semua tidak lagi terjadi. Saya banyak memiliki teman-teman baru, dimanapun saya berada. Entah kenapa, sepertinya saat itu saya lebih dipercaya oleh orang-orang. Apapun yang saya katakan, pasti dihargai oleh orang lain. Di sisi lain, saya justru menjadi cenderung apatis dan tidak suka dikritik. Saya tidak suka setiap kali ada orang yang mengeluhkan tingkah saya. Saya juga menjadi lebih temperamental dari sebelumnya. Saya bisa merasa marah dengan cepat dan merasa tenang dengan seketika pula. Teman-teman lama saya juga ada yang menyadari perubahan itu. Ada salah seorang dari mereka yang mengatakan bahwa saya terlihat berubah. Tapi, dibalik rasa percaya diri itu, ada keanehan lain yang saya alami. Saya tidak suka melihat cermin. Saya selalu menghindari cermin, dimanapun saya berada. Setiap kali saya berjalan dan berpapasan dengan cermin, pasti saya menunduk. Jika saya tidur, saya pasti terbangun dalam kondisi sudah merapat ke sisi paling pinggir kasur. Kalau saya merebahkan badan di tengah-tengah kasur, saya pasti merasa sulit tidur, padahal mata saya sudah terasa sangat berat. Jika pun saya bisa tertidur pada posisi tengah kasur, pasti selalu terbangun di pinggir kasur. Namun, jika sejak awal saya sudah merebahkan badan di posisi pinggir kasur, saya tidak pernah kesulitan untuk tidur. Saya bisa dengan mudah terlelap. Hal aneh lainnya adalah, saya sering menemukan uban, rambut putih yang panjang di kasur saya saat saya bangun tidur. Tidak hanya saat bangun tidur, saat saya mandi, saya sering menemukan rambut itu mengalir di lantai dan tersangkut di kisi-kisi lubang pembuangan. Padahal ibu saya rambutnya tidak sepanjang itu, apalagi saya sendiri.