Perjalanan Sang Penguasa Alam JIN & KAHYANGAN PART 8b


Juga ada seorang petani yang mau pergi kesawah ditabrak mobil dan terseret lima meter, walau tak sampai mati.

Keadaan masih sunyi, aku tak melihat bayangan putih tadi, kulihat gerobak tukang bakso yang memang biasa mangkal, orang-orang memanggilnya Wakman, kulihat dia masih duduk di plester regol, sambil menghisap rokoknya, tiba-tiba ia membuang puntung rokoknya dan menginjaknya dengan sendalnya, lalu beranjak ke gerobak baksonya.


“Iiih mrinding… ada apa ini..?” keluhnya.

Dan Wakman mendorong gerobak baksonya berjalan, saat itulah aku melihat perempuan baju putih bertengger di atas gerobak bakso,

“Hei siapa kau…!?” bentakku.

Perempuan itu kaget dan melayang pergi. Dengan suara ketawa yang menggidikkan bulu roma. Aku pun segera mengejar, ah pasti ini kuntilanak… Dia melesat ke arah rumah salah seorang pengasuh pesantren. Karena melayangnya pelan, akupun dengan mudah menyusul, dan menghadangnya.

“Huu….huuu… jangan tangkap aku… huu..” dia menangis.

“Aku tak bermaksud menangkapmu, tapi aku hanya ingin tau kau ini siapa?” tanyaku dengan lembut.

Dia menghentikan tangisnya, memandangku, aku dipandangnya begidik juga, perempuan ini sungguh menyeramkan sekali, jika aku bukan sukma mungkin aku telah lari pontang-panting.

Rambut perempuan ini awut-awutan, dan di sana-sini nggimbal lengket oleh tanah, sementara, wajahnya putih, tanpa darah, di sekitar matanya menghitam, dan matanya melotot keluar tanpa cahaya, pipi kanan kirinya berlubang, sehingga giginya terlihat, dan ada ulat-ulat yang keluar dari pipi…putih, kecil-kecil menggeliat..

“Kau ini siapa nyai?” tanyaku lagi.

“Aku ini istri kamituwo Gerot.” katanya tanpa menggerakkan giginya, sehingga suaranya seperti suara yang teramat jauh, tapi jelas di telingaku.

Aku mengingat-ingat nama kamituwo Gerot, ingatanku pun tertuju pada sumur gerot, yaitu sumur yang dibangun sesepuh desa dulu, ada enam sumur penjuru desa, yang dibuat oleh pendiri desaku. Enam sumur juga disebut sumur gede. Karena memang sumbernya teramat besar, dan menjadi tumpuan mengambil air bagi semua penduduk yang kekeringan.

Dulu sumur-sumur itu selalu diadakan ngunduh sajen, yaitu acara nanggap wayang untuk mengucap terimakasih pada danyang penunggu desa, tapi setelah disadarkan oleh kyai Fatah dan kyai Sidik maka acara-acara itu pun dihilangkan.

Kamituwo Gerot, aku berpikir.

Dan ada kamituwo ya adanya di kampung Degan,

“Sampean dari mana nyi? Dari kampung apa?…”

“Aku dari kampung Degan…” suaranya masih tetap terdengar dalam.

“Kok sampean klambrangan gak karu-karuan begini nyi? Boleh aku tau sebabnya?”

Perempuan ini menjerit melengking kemudian dia menangis hahahuhu…ah perempuan.. jadi hantu masih juga cengeng.

Aneh begitu saja kisah perempuan di depanku ini, terpampang runtut seperti melihat filem layar lebar, namanya juga alam gaib, jadi serba gaib, nyleneh dan tak masuk akal.

Perempuan ini bernama Sunti. Seorang ledek dari daerah Tambak Boyo, untuk mendapatkan penglaris maka dia mencari orang yang mumpuni dalam memasang susuk pengasihan, ada orang yang menyarankannya ke tempat kamituwo Gerot, maka pergilah Sunti ke tempat kamituwo, yang umurnya lebih pantas jadi ayahnya, Sunti umur delapan belas tahun dan kamituwo umur empat puluh lima tahun.

Saat itu kamituwo adalah duda, yang istrinya minta cerai, karena tak tahan dengan kesenangan suaminya yang suka main perempuan.

Memang ilmu kejawen kamituwo terkenal ampuh, dari ilmu kekebalan, aji kesantikan, sirep, gendam, pasang susuk pengasihan sampai aji pelet, sehingga jangankan perempuan yang masih perawan, yang sudah punya suamipun bisa dibuat meninggalkan suaminya.

Melihat Sunti yang cantik, menik menik, tentu saja ki gerot langsung jatuh hati, maka ketika tau gadis itu meminta susuk pengasihan, maka ki gerot pun memberikan susuk yang terbaik, tapi juga memelet Sunti dengan ilmu pelet yang paling hebat.

(maaf, sebenarnya ini tak pantas diceritakan, tapi semoga menjadi pelajaran untuk tidak mendatangi aneka macam dukun dan paranormal.)

Pelet yang dipakai ki gerot adalah kulit kemaluan wanita perawan yang meninggal di rebu wage,

Jika ada perempuan meninggal di saat itu maka ki gerot malamnya akan membongkar makamnya dan menguliti kemaluannya mayat, setelah itu, kemaluan tadi dikeringkan, dan bila dibutuhkan akan dicuil sedikit dan dicampurkan dalam minuman, dengan mantra-mantra.

Malang nasib Sunti, dia meminum teh yang telah dicampur ramuan pelet yang ganas itu, seketika gadis itu mabuk kepayang pada ki gerot, dia seperti telah minum bergalon arak cinta.

Maka ketika ki gerot menuntunnya ke kamar dan mengajaknya berzina, Sunti tak kuasa menolaknya.

Begitu juga ketika Sunti telah pulang ke rumahnya dan ki gerot melamarnya, maka Sunti pun ho-oh aja.

Setelah menjadi istri ki gerot, Sunti masih menjadi penari ledek, karena didukung oleh susuk ki gerot yang ampuh, Sunti pun menjadi ledek yang laris dengan bayaran tinggi, dan uangnya semua masuk ke kantong ki gerot, membuatnya jadi orang terkaya di kampung Degan.

Tapi sesuatu yang dilakukan di luar sunatulloh atau aturan hidup yang diatur oleh Sang Pencipta, maka adalah kerusakan.

Alloh Taala melarang sesuatu, bukan untuk kepentingannya, tapi untuk kehidupan tentram manusia, sebab sesuatu dilarang itu karena bahayanya lebih besar dari manfaatnya.

Seperti memasang susuk, karena Alloh melarangnya, maka itu adalah perbuatan yang membahayakan diri, dunia dan akhirat.

Disamping tidak bersyukur atas anugrah Alloh, juga terlalu tak menerima kodrat yang telah Alloh berikan.

Satu ketika, seperti biasa, Sunti ditambah lagi susuk intan di dagunya oleh ki gerot.

Awalnya tak apa-apa, tapi selang tiga hari dagu Sunti membiru, dan Sunti kejang-kejang.

Ki gerot pontang-panting, membawa Sunti ke rumah sakit, tapi pihak rumah sakit tak tau penyakitnya..

Sementara Sunti sudah berulang kali tak sadar, dan akhirnya Sunti meninggal dengan wajah lebam membiru.

Hari itu juga Sunti dikuburkan, dengan sederhana.

Namun esoknya semua orang kampung Degan geger karena melihat makam Sunti kosong. Dan mayatnya hilang tak tau kenapa.

Awalnya yang tau adalah penggembala kambing yang biasa menggembala di area pemakaman. Ketika dia tau bahwa kubur Sunti dibongkar orang.

Sebenarnya apakah yang terjadi? Malam itu setelah siang tadi Sunti dikuburkan, kira-kira jam satu dinihari, nampak pekuburan Sunti bergerak-gerak, asap tipis bau daging terbakar menyeruak, tiba-tiba, “bleg..!” Terdengar ledakan seperti petasan dalam tanah, dan terlemparlah tubuh Sunti, seperti gedebok pisang tapi langsung melayang pergi.

Sementara itu ketika jam menunjukkan jam tiga seperempat, seorang perempuan tua tergopoh-gopoh, berjalan melintasi jalan raya dekat pemakaman, orang biasa memanggilnya Nyiyam, seorang dukun beranak yang mendapat panggilan di desa Karanglor, dia harus melewati pekuburan Degan, ada rasa merinding di tengkuk Nyiyam.

Perempuan umur enam puluh tahunan itu menguatkan hati, memang dia rasa malam ini terasa sunyi, suara jengkrik aja tak ada, atau suara katak setidaknya untuk menghiburnya.

Hanya suaru burung hantu, kadang dari jauh terdengar satu, malam yang teramat mencekam, bulan di atas pun yang tinggal seujung kuku seperti diselimuti warna hitam, walau tak ada mendung, kabut tebal mulai turun, walau tak menahan jarak pandang, tapi bagi perempuan tua setangguh Nyiyam, itu bukan apa-apa, walau sebagai manusia, rasa takut seperti menggelitik perasaannya.

Soal digoda hantu, perempuan tua ini pengalamannya sudah tak terhitung lagi, dari ditiup obornya terus, dilempar ke kali, bahkan pernah ditemukan warga di tengah-tengah pohon bambu, sehingga warga harus mengeluarkanmya dengan menebangi pohon bambu.

Keadaan teramat sunyi, hanya sandal jepit tipis, yang sebagian sudah berlubang karena gesekan, terdengar srek-srek, seakan paling berisik sendiri, ah entah telah berapa tahun sandal ini menemani tugasnya. Melintasi malam, mengukur keihlasannya menolong perempuan yang akan melahirkan, yang kadang hanya diupah setandan pisang, atau cuma ucapan terimakasih saja.

Nyinyam mengetatkan selendangnya, ketika dia rasakan bulu kuduknya makin meremang, ah makam juga sudah terlewati, dan di depan adalah pos kampling, apa yang ditakutkan, mungkin masih ada yang jaga…, tapi kenapa seluruh bulu di tubuhnya berdiri semua, Nyiyam mempercepat langkahnya, apalagi di pos kamling jarak sepuluh meter dia melihat bayangan orang dari mata rabunnya. Bajunya putih dan sarungnya putih.

Nyiyam telah memutuskan, dia tak akan menyapa pada petugas ronda, dan kalau dia disapa akan menjawab, dan kalau tak disapa maka akan berlalu saja, tapi kenapa dia merasakan makin merinding saja.

Tepat di depan bayangan yang ada di pos,

“Mau kemana Nyi…?” suara perempuan, serrr…! Semua bulu kuduknya berdiri tegak semua, kepalanya sampai terasa keribo, bukan suara perempuan yang membuatnya merinding, walau itu juga iya, tapi yang lebih membuatnya merinding adalah suara itu seperti suara dari alam lain, bukan alam ini, tapi alam kegelapan.

“ss….ssa…s..siapa., k..kau..?” Nyiyam merasakan lidahnya seperti selembar triplex yang diemutnya, kaku tak bisa digerakkan untuk mengeluarkan ucapan.

Perempuan di depannya ini menunduk, rambutnya gimbal, dan masih ada tanah menempel. Sebagian rambut menutupi wajahnya hingga tak terlihat.

“hii…hik…hihihh….” terdengar suara tertawa yang teramat aneh, yang membuat kaki Nyiyam gemetar. Bahkan kencing pun merembes dari jaritnya ketika bau bangkai menyengat terbawa angin, bau bangkai orang mati.

Walau bagaimana nenek tua ini masih berusaha tabah, untung ia ingat Alloh, setidaknya mengurangi, ketakutannya.

“Kau ini siapa nduk? Kembalilah ke tempatmu nduk…?” kata Nyiyam yang mulai kuat menahan batinnya.

“Aku Sunti nyai…, aku tak diterima nyai… tolooong aku nyai… huhuu…” suara perempuan itu mengguguk.

“Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku ini orang bodo…” kata Nyiyam kemudian dalam hati membaca ayat kursi berulang-ulang.

“Aduh nyai panas… panas… Aduuuuuh kau apakan aku nyai..?” perempuan itu menjerit dan tubuhnya seketika melayang ke atas, dan melayang pergi sambil ketawa hahahihi.

Sejak malam itu, rumah ki Gerot pun diganggu dan diteror Sunti yang krambyangan, sampai karena sudah tak kuat, dukun yang anti ngaji itupun mengundang orang-orang untuk mengaji di rumahnya, sampai gangguan dari Sunti tiada lagi.

“Maukah kau ku sempurnakan?” tanyaku pada Sunti.

“Hihi…. bocah bau kencur… mau melawanku, hiiihii….!”

Aku tanpa kata lagi jariku kuputar, seakan melingkarinya lalu kutulis bak di tengah, seketika.

“Hai apa yang kau lakukan padaku?” tanyanya, karena tubuhnya terkurung.

Lalu kubaca basmalah tiga kali, tahan nafas, kullu saiin halikun illa wajhah. AllahuAllahu. Allahu akbar!!, tangan yang telah tersaluri tenaga dari pusarku ku hantamkan berbareng, dengan tapak tangan terbuka ke arah Sunti, dan “hlukgh!!”, terdengar ledakan kecil, dan sebuah asap mengepul, bersatu tersedok ke satu titik lalu lenyap.

Mungkin sudah jam tiga pagi, aku segera melesat, di atas desaku, melesat kucepatkan, aku ingin mencoba paling cepat les.. Kurasakan aku telah ada dalam tubuhku sendiri. Dan kulihat jam tanganku, jam tiga seperempat.

Aku menata bantal dan tidur, ah pengalaman rogo sukmo pertamaku. Lumayan mengesankan.