KISAH MISTIS PENDAKIAN GUNUNG DEMPO PART4

JANGAN SOMBONG DI GUNUNG !


Dari judulnya aja, kita udah tahu kalau sifat sombong itu harus dihilangkan, termasuk di Gunung. Ini terjadi sama salah satu fotografer di Palembang yang menyombongkan diri saat mendaki Gunung Dempo.
Peristiwa ini terjadi beberapa tahun lalu. Awalnya ane mau ikut naik gunung bareng teman-teman lain. Namun, karena ada pekerjaan yang gak bisa ditinggalkan, jadi ane batal mendaki bareng temen. Lalu mereka berangkat sekitar berdelapan orang. Kebanyakan dari mereka emang suka mendaki gunung.

Awalnya, yang mereka takutkan adalah dua cewek yang ikut inilah yang tepar dijalan. Karena mereka sama sekali belum pernah mendaki gunung, apalagi gunung terjal seperti Dempo. Tapi kenyataannya berbeda.

Satu dari dua orang tersebut bahkan gagah banget mendaki gunung, sedangkan satu cewek lagi emang rada tepar tapi gak membuat pendakian jadi molor panjang. Yang membuat mereka gagal muncak adalah kesombongan Riko, fotografer yang ane sebutkan diatas.

Mereka memulai pendakian dari Jalur Rimau. Kalau dari jalur ini, lebih cepat dibandingkan jalur konvensional. Mereka berangkat sekitar pukul 10 malam, agar tidak terlalu capek dan bisa sampai di puncak pagi harinya.


Baru menapaki pendakian di kaki gunung, Riko langsung berkoar meninggi.

Riko : Tenang aja naik gunung dempo, saya udah sering naik gunung ini, saya kan orang sini.

Candra : Husstt.. jangan sombong. Kita jalan ajalah, fokus pendakian..

Shelter 2 pun sudah sampai, namun Riko sudah ngos-ngosan. Melihat kondisi Riko yang terlihat mulai nge-drop, akhirnya Candra pun menemaninya di urutan belakang saat pendakian dimulai. Mereka berjalan sangat pelan, bahkan tertinggal dari teman-teman lainnya yang sudah duluan didepan.

Kaki Riko yang terasa lunglai dan tak bertenaga akhirnya tidak mampu untuk melangkahkan kakinya. Padahal jarak tempuh ke puncak masih sangat jauh dan malam semakin larut. Tubuh Riko langsung jatuh ke tanah, tapi dia tetap sadar. Dia hanya merasa sangat lelah dan kecapekan.


Akhirnya, teman-teman yang sudah berada di depan, kembali lagi ke belakang dan melihat kondisi Riko.

Candra : teman-teman, kita tunggu sampai kondisi Riko agak mendingan ya, baru kita lanjut jalan lagi. Jangan ada yang terpencar, ini sudah pukul 2 pagi.

Riko : Iya teman-teman, kaki saya lemas dan gak bisa dibawa jalan. Tunggu bentar ya, saya istirahat sebentar.

Namun, satu jam, dua jam, tiga jam, kondisi Riko belum menunjukkan kemajuan. Wajahnya terlihat pucat dan keringat bercucuran.

Banyak pendaki yang lalu lalang dan menanyakan kondisi Riko. Teman-temannya sebenarnya ingin membuka tenda agar Riko bisa istirahat dan tidur. Namun, ditempat Riko jatuh lunglai, tidak ada tempat yang luas untuk membuka tenda. Teman-temannya juga sudah capek dan tidak kuat untuk memanggul tubuh Riko. Untuk berdiri saja, Riko tidak mampu, apalagi untuk berjalan.

Malam pun terus menyelimuti Gunung Dempo dan Riko kian menunjukkan gelagat yang aneh. Dia selalu mengucap kata yang aneh-aneh. Teman-temannya pun cemas, kenapa Riko bicara sendiri, seakan ada yang mau mengganggunya.

Riko : Jangan dekati aku.. Pergi kamu..

Candra : Riko, kenapa, ada apa? Apa maksud kamu jangan dekati, jangan dekati itu. 

Riko : Aku melihat hal yang aneh kak..

Candra : Hal aneh gimana, apa?

Riko : Leak!



Candra langsung terdiam seketika. Namun, dia tidak ingin memperlihatkan ketakutannya didepan Riko dan teman-temannya.

Candra : Ah, kamu jangan asal ngomong. Ini di hutan, ayoo sadar..

Riko : Aku gak asal ngomong kak, aku sadar. Itu Leaknya kelihatan jelas.

Candra : Dimana?

Riko : Didepan aku, disamping kakak

Candra pun langsung kaget dan berusaha menjauh dari Riko. Dia syok karena ternyata yang dilihat Riko berada didekatnya.

Waktu menunjukkan pukul 05.00 WIB. Dan gelap malam sedikit demi sedikit sirna oleh sinar mentari. Seketika, kondisi Riko langsung pulih dan bisa berdiri sendiri. Karena tidak ingin terjadi hal-hal aneh lagi, akhirnya mereka memutuskan untuk turun.

Saat turun, mereka bertemu dengan Pak Iman, salah satu warga disana. Sebelum mendaki gunung, mereka juga bertemu dengan Pak Iman. Orangnya ramah dan menyenangkan. Lalu, mereka bercerita tentang kejadian aneh yang dialami oleh Riko. Pak Iman hanya tersenyum saja menanggapinya.

Bukannya menanyakan kondisi Riko. Pak Iman lebih tertarik menanyakan gimana perjalanan Widi, pacar Candra, yang dari awal pendakian hingga turun, masih terlihat gagah dan kuat.

Pak Iman : Widi, gimana selama perjalanan, capek gak?

Widi : Alhamdulillah masih segar dan kuat pak.

Candra : Wah, Widi mah hebat. Kita-kita sudah kecapekan, dianya masih aja terus jalan, barisan depan lagi. Padahal dia baru kali ini loh pak, mendaki gunung Dempo.

Pak Iman : Iya, saya tahu. Dari awal pendakian, sebenarnya Widi ditemani Si Nyai. Makanya dia kuat dan gagah


Widi : Nyai? Nyai gimana maksudnya pak

Pak Iman : Ya udahlah, yang penting kalian bisa turun dengan selamat, walau gak sampai puncak.

Pertanyaan pun menggelayuti mereka tentang cerita Nyai tersebut. Mereka akhirnya pulang ke Palembang. Riko dan teman-temannya terus-terusan mengeluhkan rasa capek yang dirasakan, namun berbeda dengan Widi. Dia tidak merasakan capek sedikit pun.

Sesampai di Palembang, Widi langsung tepar dan lemas. Dia baru merasakan seluruh badannya kesakitan dan pegal.